MALANG – Pendekatan humanis menjadi kunci utama dalam penegakan aturan selama Operasi Zebra Semeru 2025 di Kabupaten Malang. Alih-alih langsung menilang, Satlantas Polres Malang lebih mengedepankan edukasi dan interaksi persuasif kepada pelanggar di lapangan.
Tercatat lebih dari 100.902 pengendara menerima teguran langsung selama operasi yang berlangsung pada 17–30 November 2025. Mayoritas pelanggaran didominasi pengendara yang tidak memakai helm, tidak membawa surat-surat, hingga melanggar marka jalan dan rambu lalu lintas.
Kasatlantas Polres Malang AKP Muhammad Alif Chelvin Arliska menegaskan bahwa teguran bukan berarti polisi melemah. Menurutnya, keselamatan tetap menjadi prioritas utama, dan pola humanis dianggap efektif untuk menyadarkan masyarakat.
“Kami ingin menegakkan aturan dengan tetap mengedepankan sisi edukatif. Tujuan kami bukan menghukum, tetapi mengubah perilaku agar tidak terjadi kecelakaan,” jelas Chelvin, Senin (1/12).
Tak hanya menegur, petugas juga memberikan penjelasan langsung mengenai risiko dari setiap pelanggaran. Misalnya, bahaya cedera kepala akibat tidak mengenakan helm dan potensi kecelakaan fatal saat melanggar marka atau traffic light.
AKP Chelvin menambahkan, bahwa keberhasilan operasi bukan diukur dari jumlah tilang, melainkan meningkatnya kesadaran masyarakat dalam berkendara aman.
“Keselamatan adalah kebutuhan bersama. Kalau masyarakat semakin patuh, itu sudah menjadi keberhasilan terbesar kami,” imbuhnya.
Operasi Zebra Semeru 2025 memang mengarah pada transformasi penegakan hukum yang lebih modern dan humanis. Selain meningkatkan edukasi di jalanan, kepolisian juga menggencarkan sosialisasi melalui komunitas, sekolah, perusahaan, hingga media sosial.
Satlantas Polres Malang berharap tren kepatuhan ini terus meningkat meski operasi telah berakhir. Tertib berlalu lintas diharapkan menjadi budaya yang tertanam dalam keseharian warga Kabupaten Malang.
“Jangan menunggu ditegur, jadikan keselamatan sebagai gaya hidup,” pungkas Chelvin dengan tegas. (u-hmsresma)


